Senin, 30 Januari 2017

Kinotalk : Featuring Nia Dinata On Writing, Directing & Producing

KinoTalk Infotation
    Halo sobat pahari semua! Pada tanggal 17 Oktober 2016 kemarin Palangka Raya Film Community mendapat sebuah email konfirmasi partisipasi untuk mengikuti acara Kinotalk : featuring Nia Dinata On Writing, Directing & Producing yang diselenggarakan 2 hari berikutnya. Siapa sangka Palangka Raya Film Community akan lolos seleksi untuk bisa mengikuti acara tersebut karena dari banyak pendaftar hanya akan dipilih 15 orang untuk menjadi peserta dan untuk mendaftar diwajibkan mengirim CV serta 100 kata tentang “Kenapa kamu pengen berpartisipasi di acara ini?”

   Acara diselenggarakan pada tanggal 19 Oktober 2016 mulai dari pukul 13:30 s/d 15:30 WIB di Kinosaurus yang beralamat di Jl. Kemang Raya No. 8B Bangka, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan diwakili oleh kak Nisa (Co-Founder Palangka Raya Film Community). Sesuai dengan informasi yang tertera acara tersebut mengundang salah satu Sutradara Perempuan Senior Indonesia yakni Nia Dinata sebagai pembicara. Pada acara tersebut perempuan yang akrab dipanggil teh Nia tersebut berbagi banyak pengalamannya sebagai Penulis Naskah, Sutradara & Produser fokus pada film Ca Bau Kan (2002) & Quickie Express (2007).
Teh Nia Dinata (sebelah kiri)
  
   Ca Bau Kan (2002) merupakan film yang beliau sutradarai mengadopsi Novel yang berjudul “Ca Bau Kan” karya Remi Sylado yang diterbitkan pasca reformasi tahun 1998. “Buku ini harus jadi film pertamaku” ujar teh Nia. Ca Bau Kan merupakan sebuah film yang menceritakan sebuah cerita cinta yang menjembatani budaya Indonesia dan Cina. Sebuah kisah tentang pencarian kembali asal usul oleh Giok Lan (Niniek L. Karim), yang dipungut oleh sebuah keluarga Belanda di zaman kolonial. Pada usia senjanya ia kembali ke Indonesia untuk mencari tahu asal usul dan kebenaran latar belakang hidupnya. Film kemudian beralih ke masa lalu. Ibu Giok Lan ternyata seorang ca bau kan (perempuan), seorang pribumi bernama Tinung (Lola Amaria) yang dikawin oleh Tan Peng Liang (Ferry Salim). Sebagian besar film lebih terpusat pada tokoh Tan Peng Liang, seorang Cina Semarang yang kemudian "menguasai" perdagangan di Jakarta dan juga terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

      Sebelum produksi film Ca Bau Kan tersebut teh Nia hunting lokasi ke banyak wilayah Pecinan Indonesia mulai dari Lasem, Semarang, Salatiga, Magelang, Medan dan pinggiran Jogja. Teh Nia menghabiskan waktu 8 minggu untuk produksi filmnya dengan menggunakan analog 35mm dengan target harian 3 scene dalam 1 harinya.

      Pada bahasan film selanjutnya yakni Quickie Express (2007) teh Nia memilih jobdesk sebagai Produser. Film tersebut terinspirasi dari pengalaman teman beliau yang berpenampilan seniman ketika membeli setelan jas untuk menghadiri undangan pernikahan saudaranya dikira gigolo oleh salah satu pelayan. Quickie Express memulai progressnya dari pembuatan skenario, hunting lokasi di Jakarta, casting & produksi selama 5 minggu.

      Quickie Express menceritakan tentang Hidup Jojo (Tora Sudiro) di Jakarta yang selalu gonta-ganti pekerjaan. Ia sadar bahwa dirinya bodoh, tapi tak pernah lelah berusaha. Suatu hari ia terpuruk menjadi pegawai di tempat tambal ban. Di sini ia bertemu dengan Oom Mudakir (Tino Saroengallo). Lelaki tua kaya itu menawarkan pekerjaan "layanan escort" di perusahaan miliknya yang bernama Quickie Express. Untuk menghindari protes, usaha ini berkedok layanan antaran pizza. Jojo bergabung dengan Marley (Amink) dan Piktor (Lukman Sardi). Pekerjaan ini ternyata mudah, menyenangkan, dan menghasilkan banyak uang, hingga kehidupan mereka membaik. Kesenangan ini terusik saat Jojo bertemu dengan mahasiswi kedokteran, jatuh cinta, dan tahu gadis itu putri salah seorang pelanggannya, yang juga istri seorang pentolan mafia, Jan Pieter Gunarto (Rudy Wowor).

     Selain membahas tentang directing & producing pada acara yang diselenggarakan oleh Kinosaurus dan ICAD (Indonesian Contemporary Art and Design) ini wanita yang juga berprofesi sebagai penulis naskah tersebut memberikan wejangannya kepada peserta untuk memulai menulis skenario. Berikut adalah tips & trik yang beliau sampaikan:
  1. Beli buku skrip film yang kamu suka
  2. Baca & bandingkan dengan filmnya
  3. Biasakan menulis diary secara rutin untuk awal menulis
  4. Menulis skenario adalah menulis secara teknis, mulailah dengan belajar menulis di final draft
      Selain itu beliau juga membahas tentang film dokumenter. “Dokumenter = Director is God”, ujarnya. Dokumenter adalah sebuah observasi. Penulisan skrip film dokumenter adalah dengan menulis sebuah premis yang dimulai dari pembukaan, konflik dan diakhiri dengan penutup. Sebelum memulai menulis premis yang dilakukan adalah riset terlebih dahulu.

      Kemudian acara ditutup dengan apresiasi teh Nia kepada sahabatnya Tino Saroengallo dengan menonton cuplikan adegan om Tino saat memerankan peran Oom Mudakir pada film Quickie Express.

      Salam sinema Itah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar